Sabtu, 17 Januari 2009

Hari Raya Tumpek Landep


Saudara-saudara Umat Hindu yang ada di Bali khususnya, Hari ini Sabtu tepatnya, Saniscara Kliwon Wuku Landep, umat Hindu kembali merayakan Tumpek Landep. Apa sih sebenernya filosofi di balik ritual Tumpek Landep?

Dalam perayaan Tunpek Landep masyarakat secara simbolis melakukan upacara terhadap berbagai macam senjata, keris, tombak dan senapan.

* Tumpek Landep merupakan proses pendekatan diri kepada Tuhan untuk mengasah ilmu dalam rangka mencapai kesadaran sejati. Dalam implementasi saat ini, perayaan Tumpek Landep oleh generasi muda dapat dilakukan dengan menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk masa depan, bukan dugem dan mabuk-mabukan.
* Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman, citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian umat selalu berperilaku berdasarkan kesadaran pikiran. Dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

Dengan pikiran yang tajam, kata Ida Pedanda Made Gunung, diharapkan umat dapat menumpulkan gejolak indria dan menghindari perilaku menyimpang. Tumpek, kata Ida Pedanda, berarti pula tampek dan landep berarti tanying (tajam). Dalam perayaan ritual Tumpek Landep, umat diingatkan untuk selalu mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan umat dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan.

Agar pikiran cerdas, perlu ditajamkan. Melalui pikiran yang tajam umat mampu menghadapi berbagai musuh --y akni persoalan-persoalan kehidupan, antara lain kemiskinan, kebodohan, dan sebagainya. 'Berbagai musuh itulah yang mesti kita lawan dengan senjata kehidupan,' ujarnya.

Kontradiktif
Di sisi lain Ida Pedanda mengatakan, tiada hari tanpa doa di Bali. Tetapi, kondisi di lapangan sangatlah kontradiktif. Ada orang bunuh diri, gantung diri, berlaku seperti buthakala, dan melakukan tindak kekerasan dll. Logikanya, jika umat selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, sesungguhnya sikap buthakala semakin jauh dari pribadi umat. Nah, kenapa itu bisa terjadi? Menurut Ida Pedanda, karena umat tidak mampu menghayati diri sendiri dan Bali itu sendiri.

Bali merupakan Pulau Surga. Sebagai pulau surga mestinya orang Bali adalah memiliki sifat Bethara dan Bethari. Tapi kenyataanya ada yang berperilaku di luar sifat Bethara dan Bethari.

Karena itu, Ida Pedanda berharap umat menyeimbangkan keperluan jasmani dan rohani. Jika setiap hari umat masuk dapur tiga kali, hal yang sama mesti dilakukan untuk keperluan rohani. Itu berarti umat mesti bersembahyang tiga kali sehari ke merajan. Dengan demikian, ada keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani.
Ida Pedanda menegaskan, Tumpek Landep bukan otonan motor atau komputer. Tumpek Landep adalah pemujaan Tuhan karena saat itu beryoga Dewa Siwa. Makanya persembahyangan Tumpek Landep adalah di merajan masing-masing. Namun untuk otonan motor paling bagus dilakukan saat Tumpek Landep. ''Jadi, bukan karena ada motor kita merayakan Tumpek Landep,''ujarnya.


sumber : kutipan dari wacana Ida Pedanda Gde Made Gunung

Tidak ada komentar: